Makalah: PPL (Praktek Pembelajaran Lapangan) Materi Fiqih Tentang Pinjam Meminjam

https://sofwanhaditik.blogspot.com
Makalah: PPL (Praktek Pembelajaran Lapangan) Materi Fiqih Tentang Pinjam Meminjam

Makalah: PPL (Praktek Pembelajaran Lapangan) Materi Fiqih Tentang Pinjam Meminjam

Latar Belakang Masalah:

Fiqih muamalah terdiri dari dua kata, yaitu fiqih dan muamalah, agar definisi  fiqih muamalah lebih jelas, terlebih dahulu akan di uraikan sekilas tentang fiqih muamalah, menurut terminologi, fiqih mulanya pengetahuan ke agama islaman yang mencakup seluruh agama islam, berupa akidah, akhlak, maupun amaliah, yakni sama dengan arti syariah islamiyah. Namun, pada perkembangan selanjutnya, fiqih diartikan sebagai bagian dari syariah islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syariah islamiyah yang berkaitan tentang perbuatan hukum manusia yang telah dewasa dan telah berakal sehat, yang di ambil dari dalil-dalil yang terperinci.

Masih banyak definisi fiqih lainya yang di kemukakan para ulama. Ada yang mendefinisikan kumpulan dalil dalil yang mendasar tentang hukum islam. Ada pula yang menekankan bahwa fiqih adalah hukum syariah yang mengambil dari dalilnya, namun demikian yang menarik di kaji adalah pendapat pernyataan imam haramain bahwa fiqih adalah pengetahuan hukum syara dengan jalan ijtihad, demikian pula pendapat al hamidi bahwa yang di maksud drngan pengetahuan darinilu fiqih adalah kajian dari penalaran (nadzar dan istidah) pengetahuan hukum yang tidak melalui ijtihad, tetapi bersifat dharuri, seperti shalat lima waktu wajib, zina haram, dan masalah-masalah qathi lainya tidak termasuk fiqih.

Rumusan Masalah:

  1. Apakah yang di maksud dengan pinjam meminjam.?
  2. Apakah syarat dan rukun pinjam meminjam.?
  3. Bagaimana cara memanfaatkan, merawat, menjaga barang pinjaman ?

Tujuan Masalah:

Dalam menyusun makalah ini tentunya ada tujuan yang dicapai untuk sebuah keberhasilan. Adapun tujuan makalah ini adalah sebagai berikut :

  1. Dapat menjelaskan pengertian Pinjam Meminjam
  2. Dapat mengetahui syarat dan rukun Pinjam Meminjam
  3. Dapat menjelaskan cara memanfaatkan, merawat, menjaga barang pinjaman

Pengertian Dan Landasan Ariyah:

Menurut etimologi, ariyah adalah dari kata “ara “ yang berarti datang dan pergi, menurut sebagian pendapat, ariyah berasal dari kata “taawuru”  yang sama artinya (saling menukar dan menganti), yakni dalam tradisi pinjam meminjam. Itulah makna perkataan ‘Ariyah yang shahih dan pengambilannya. Sedangkan pengertiannya dalam terminologi Ulama Fiqh, maka dalam hal ini terdapat perincian beberapa madzhab :

Madzhab Maliki (Al Malikiyah):

‘Ariyah didefinisikan lafazhnya berbentuk masdar dan itu merupakan nama bagi sesuatu yang dipinjam Maksudnya adalah memberikan hak memiliki manfaat yang sifatnya temporer (sementara waktu) dengan tanpa ongkos. Contoh: meminjamkan/memberikan hak memiliki manfaatnya motor (suatu benda) ditentukan waktunya dengan tanpa ongkos. Atau manfaat bajak untuk membajak tanah pada masa yang ditentukan. Maka pemberian hak memiliki manfaat tersebut dinamakan ‘Ariyah (meminjamkan).

Madzhab Hanafi (Al Hanafiyah):

‘Ariyah adalah memberikan hak memiliki manfaat secara cuma-cuma. Sebagian ulama mengatakan bahwa ‘Ariyah adalah “membolehkan” bukan “memberikan hak milik”. Pendapat ini tertolak dari dua segi, yaitu:

  1. Bahwa perjanjian untuk meminjamkan itu dianggap sah dengan ucapan memberikan hak milik, tetapi tidak sah dengan ucapan membolehkan kecuali dengan tujuan meminjam pengertian memberikan hak milik.
  2. Bahwasannya orang yang meminjam boleh meminjamkan sesuatu yang ia pinjam kepada orang lain jika sesuatu tersebut tidak akan berbeda penggunaannya dengan perbedaan orang yang menggunakan baik dari segi kekuatan atau kelemahannya. Seandainya meminjamkan itu hanya membolehkan, maka orang yang meminjam tidak sah meminjamkan kepada orang lain.

Madzhab Syafi’i (Asy Syafi’iyyah):

Perjanjian meminjamkan ialah membolehkan mengambil manfaat dari orang yang mempunyai keahlian melakukan derma dengan barang yang halal diambil manfaatnya dalam keadaan barangnya masih tetap utuh untuk dikembalikan kepada orang yang melakukan kesukarelaan. Misalnya adalah Ani meminjamkan buku fiqh (halal diambil manfaatnya) kepada Lina (orang yang berkeahlian melakukan amal sukarela), maka sahlah ani untuk meminjamkan buku fiqh tersebut kepada Lina.

Madzhab Hambali (Al Hanabilah):

‘Ariyah adalah barang yang dipinjamkan, yaitu barang yang diambil dari pemiliknya atau pemilik manfaatnya untuk diambil manfaatnya pada suatu masa tertentu atau secara mutlak dengan tanpa imbalan ongkos. 

Memanfaatkan, Merawat, Menjaga Barang Pinjaman:

Ariyah adalah meminjamkan barang yang diambil manfaatnya tanpa merusak zatnya. Menurut Malikiayah dan Hanafiyah, hukumnya adalah manfaat bagi peminjam tanpa perlu pengganti apapun, atau peminjam memiliki sesuatu yang semaksa dengan manfaat menurut kebisaan. 

Al Kurkhi, ulama Syafiiyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa yang di maksud dengan ariyah adalah kebolehan dari suatu barang yang diambil manfaatnya.

Dari perbedaan pandangan di atas,dapat di tetapkan bahwa menurut golongan pertama, barang yang di pinjam (musta’ar) boleh di pinjamkan orang lain, bahkan menurut imam Malik, sekalipun tidak di bolehkan oleh pemiliknya asalkan di gunakan sesuai fungsinya. Akan tetapi ulama malikiyah melarang jika peminjaman tidak di izinkan oleh pemilliknya.

Alasan ulama Hanafiyah antara lain bahwa memberikan pinjaman (mu’ir) telah memberikan haq penguasaan barang kepada peminjam untuk mengambil manfaat barang. Kekuasaan seperti itu berartii kepemilikan.peminjam berkuasa penuh untuk meminjam barang tersebut, baik oleh dirinya maupun orang lain.

Menurut golongan kedua, pinjam meminjam hanya sebatas manfaat maka tidak boleh meminjamkan lagi kepada orang lain, seperti tamu yang meminjamkan hidangan untuk di hidangkan kepada orang lain.

Golongan pertama dan kedua sepakat bahwa peminjam tidak punya hak milik sebagai pada gadai barang. Menurut golongan kedua peminjam berhak meminjam hanya berhak memanfaatkannya saja dan ia tidak punya hak memiliki bendanya. Adapun menurut golongan pertama, gadai adalah aqad yang lazim (resmi) sedangkan ariya adalah aqad tabarru (dera) yang di bolehkan, tertapi tidak lazim. Dengan demikian, peminjam tidak memiliki hak kepemilikan. 

Ulama Hanafiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa haq kepemilikan peminjam atas barang adalah hak tidak lazim sebab merupakan kepemilikan yang tidah ada gantinya, pada hibah misalnya bisa saja munir (orang yang memimjamkannya) mengambil barang  yang di pinjamkan kapan saja, baik pinjam meminjam bersifat mutlak atau di batasi waktu, kecuali ada sebab-sebab tertentu, yang akan menimbulkan kemadaratan saat pengambilan barang tersebut, seperti kalau di kembalikan kepada waktu yang telah di tentukan barang akan rusak atau seperti orang yang meminjam tanah untuk mengubur mayat yang di hormati, maka munir tidak boleh meminta kembali tanah tersebut dan si peminjam pun tidak boleh mengembalikan yang di pinjamnya sebelum jenazah berubah menjadi tanah.

Alasan mereka antara lain bahwa ariyah adalah transaksi yang di bolehkan, sebagai sabda Nabi SAW: “ yang artinya pemberian itu di tolak sedangkan peminjam-minjam (suatu akad) yang dikembalikan.”

Ulama Hanafiyah berpendapat jika ariyah bersifat mutlak, muir dapat meminta kapanpun yang ia mau, sebab menurut golongan ini ariyah adalah aqad yang tidak lazim. Jika ariyah bersifat temporer atau di batasi waktu, muir berhak mimanta kembali tanah, namun di makruhkan mengambilnya sebelum habis waktunya karena dapat pengingkaran janji terhadap muir.

Adapun jika seorang meminjam tanah untuk pertanian,tanah tersebut tidak boleh di ambil sebelum panen, baik peminjaman nya di batasi waktu atau tidak. Hal ini karena pertanian mempunyai batasan waktu yang jelas. Ulama Malikiyah bependapat, yang benar bahwa seseorang yang meminjamkan barang kepada orang lain dapat di minta kembali kapan pun ia mau jika transaksinya mutlak. Adapun transaksinya terikat, baik dengan syara atau dengan adat, ia tidak boleh memintanya kecuali sudah habis waktu.

Penutup:

‘Ariyah adalah nama barang yang dituju oleh orang yang meminjam. Dasar hukum ‘ariyah berasal dari Quran surat Almaidah:2, An Nisa:58 dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Ada dua macam ‘ariyah yaitu ‘Ariyah muqayyadah, yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat terikat dengan batasan tertentu dan ’Ariyah mutlaqah, yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat tidak dibatasi.

Rukun ‘ariyah Menurut Hanafiyah yaitu ijab dan kabul, Menurut Syafi’ah, rukun ‘ariyah adalah lafazh; Mu’ir dan Musta’ir; benda yang dipinjamkan. Hikmah dari ‘Ariyah dapat ditujukan bagi peminjam seperti dapat memenuhi kebutuhan seseorang terhadap manfaat sesuatu yang belum dimiliki dan bagi yang memberi pinjaman seperti membantu orang yang membutuhkan.

Daftar Pustaka:

  • Abdul Jalil, Ma’ruf. 2006. Al-Wajiz. Jakarta: Pustaka As-Sunah
  • Abdullah bin aburrahmanabasam, syarahbulughulmaram
  • al-Asqalani, IbnuHajar. 2007. Bulugh Al Maram Min Adillat Al Hakam. Jakarta : Akbar
  • al-Jazairi, Abu Bakar. 2004. Ensiklopedia Muslim, Bab 5 :Muamalah. Jakarta : Rajagrafindo,
  • http://pustaka.abatasa.co.id/pustaka/detail/fiqih/muamalah/691/pinjam-meminjam-ariyah.html. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013

Untuk mengunduh Makalah: PPL (Praktek Pembelajaran Lapangan) Materi Fiqih Tentang Pinjam Meminjam, silahkan klik gambar download di bawah ini.



0 Response to "Makalah: PPL (Praktek Pembelajaran Lapangan) Materi Fiqih Tentang Pinjam Meminjam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel